Thailand harus segera bertindak untuk menghukum mereka yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM berat terhadap kaum Muslim di provinsi selatan, ujar Human Rights Watch, memperingatkan bahwa kurangnya keadilan akan membuat perdamaian mustahil untuk diwujudkan.
"Belum ada upaya serius untuk menahan para pelaku penganiayaan di provinsi perbatasan selatan," ujar kelompok yang berbasis di New York itu dalam pernyataannya di website.
"Perdana Menteri Thailand, Abhisit Vejjajiva, harus menunjukkan perkembangan dalam mengadili para personel keamanan yang melakukan pelanggaran HAM serius di provinsi perbatasan selatan."
Kelompok itu menuduh pemerintah enggan menyalahkan mereka yang terlibat dalam pelanggaran HAM serius terhadap kaum Muslim di selatan.
Dikatakan bahwa mereka gagal menahan militan pro-pemerintah yang terlibat dalam sebuah pembantaian di dalam Masjid Al Furquan di provinsi Narathiwat Juni lalu di mana 10 Muslim etnis Melayu terbunuh dan 12 lainnya luka-luka.
Sebuah investigasi polisi menemukan bahwa para penembak itu berasal dari sukarelawan paramiliter angkatan darat dan sukarelawan pertahanan desa yang terlatih secara militer.
Namun, memerlukan waktu dua bulan bagi polisi untuk mengeluarkan surat perintah penahanan dan pemerintah belum melakukan upaya yang dibutuhkan untuk membawa para pelaku ke muka pengadilan.
"Kegagalan menahan dan mengadili mereka yang bertanggung jawab dalam pembantaian di Masjid Al Furquan telah membuat janji-janji Abhisit tentang keadilan menjadi pepesan kosong," ujar Elaine Pearson, wakil direktur HRW untuk kawasan Asia.
"Hal ini memicu kecurigaan dari komunitas Muslim bahwa para penembak itu tidak dapat disentuh oleh hukum."
Hampir 3.900 orang telah tewas sejak kerusuhan mulai menyeruak di kawasan berpenduduk Muslim itu di tahun 2004.
Pattani, Yala, dan Narathiwat adalah satu-satunya provinsi yang didominasi Muslim di Thailand dan merupakan kesultanan Muslim yang independen sebelum dianeksasi secara resmi satu abad yang lalu.
HRW menggarisbawahi meluasnya ketidakpedulian tentang pelanggaran yang dilakukan terhadap kaum Muslim oleh pasukan pemerintah.
"Pemerintahan Abhisit belum membuat perkembangan dalam kasus-kasus pelanggaran HAM serius lainnya yang melibatkan pasukan keamanan Thailand."
Sebagai contoh, belum ada perkembangan dalam persidangan kriminal para tentara dari Satuan Tugas 39 Angkatan Darat, yang menyiksa dan membunuh Imam Yapa Kaseng dari Narathiwat pada tanggal 21 Maret 2008.
Di bulan Februari, Kantor Pengacara Umum memutuskan untuk tidak mengajukan tuntutan terhadap pasukan yang terlibat dalam pembunuhan di Masjid Krue Se tahun 2004.
Sebuah pengadilan provinsi pada tanggal 16 Agus membebaskan pasukan keamanan dari tuduhan membunuh 78 pemrotes Muslim etnis Melayu di Tak Bai pada tanggal 25 Oktober 2004.
"Upaya oleh kelompok-kelompok pembela HAM dan keluarga korban untuk mencari keadilan dalam kasus-kasus lain yang tidak terlalu dipublikasi telah menemui sejumlah hambatan," ujar HRW.
Kelompok itu menuduh pemerintah memberikan kekebalan hukum kepada para penganiaya kaum Muslim.
"Rasa frustrasi, keterpinggiran, dan marah di kalangan komunitas Muslim etnis Melayu telah diperparah dengan penerapan Dekrit Darurat terhadap Administrasi Pemerintah dalam Situasi Darurat 2005, yang memberikan pasukan keamanan sebuah kekuasaan ekstensif dan kekebalan untuk pelanggaran HAM dan tindak kriminal."
Dengan kewenangan melakukan sweeping, pasukan keamanan seringkali menyerbu desa-desa Muslim dan menahan ratusan penduduk dengan tuduhan membantu kelompok pemberontak di selatan.
Muslim Thai, yang membentuk lima persen dari total populasi negara Budha ini, mengatakan bahwa diakhirinya hukum darurat militer dan praktik kekerasan oleh militer adalah kunci bagi perdamaian.
0 komentar:
Posting Komentar