Di Semarang banyak sekali peninggalan zaman kolonial Belanda yang masih bisa kita temukan hingga sekarang, bangunan yang dibangun sejak zaman penjajahan tersebut tidak hanya berwujud perkantoran yang dulunya diperuntukkan pemerintah kolonial maupun swasta, benteng saja namun juga banyak tempat ibadah.
Salah satu tempat ibadah yang dibangun pada zaman kolonial Belanda tersebut Masjid Jami Petolongan, yang berada di Jalan Petolongan, Semarang menilik dari prasati yang ditemukan didinding dalam masjid jelas masjid tersebut dibangun pada tahun 1309 Hijriah atau 1878 Masehi.
Menurut H Ngatiman, salah satu pengurus takmir Masjid Jami Petolongan, sebelumnya masjid itu berbentuk mushola kecil. Namun oleh enam orang yang merupakan keturunan Pakistan mushola kecil itu dirombak dan dibangunlah masjid yang ememiliki arsitektur mirip dengan Masjid Agung Kauman Semarang itu.
Di prasasti yang ada di dinding masjid selain menuliskan tahun dibangunnya masjid juga tertulis enam orang yang bahu membahu merenovasi mushola tersebut menjadi masjid yakni H Muhammad Ali, H Muhammad Asyari Akhwan, H Muhammad Yakub, Alhadi Ahmad, H Muhammad Nur dan H Yakub.
Ngatiman menambahkan dulunya jalan Petolongan merupakan daerah yang paling dekat dengan tempat pertama kalinya dibukanya di daerah Semarang, nama pertama kali dibukanya area Semarang itu bernama Bubakan dan masih bisa temukan hingga saat ini area tersebut. Bubakan dan Petolongan hanya berjarak sekitar 200 meter. "Perkampungan di Semarang pertama kali di Bubakan dan mushola tempat masyarakat kampung itu sholat berada disini," ungkap Ngatiman.
Saat ini salah satu masjid tua di Semarang itu telah mengalami banyak renovasi, terakhir kali masjid itu direnovasi secara besar-besaran pada tahun 1975-1980. Meski telah mengalami banyak renovasi, namun banyak benda kuno yang masih bisa temukan di ruang utama masjid. Mimbar masjid terbuat dari kayu jati dan sangat kuno, diatas imamam terdapat ukiran bintang dan bulan sabit yang merupakan ciri khas masjid di zaman dulu.
Selain itu masih banyak jam kuno ditempel di beberapa bagian dinding masjid, menurut Ngatiman ada salah satu jam kuno itu merupakan hadiah dari salah satu pabrik rokok Nithisumito Kudus. Hebatnya lagi meski jam-jam dinding itu kuno namun hampir semuanya masih berdetak hingga sekarang. Bukan hanya jam dinding kuno saja, pintu dan kaca patri pintu warna warni khas tempo dulu.
Masjid ini dulunya hampir semuanya di kelilingi makam, hingga saat ini makam-makam tersebut masih ada dan terawat baik. Makam yang banyak dikunjungi oleh peziarah di Masjid Jami Pekojan ini merupakan makam keturunan dari Nabi Muhammad SAW, yakni Syarifah Fatimah binti Syekh Abu Bakar.
Ada kekhasan yang dihafal masyarakat Semarang dan sekitarnya mengenal Masjid Jami Pekojan saat bulan ramadan ini, yakni takjil Bubur India. Biasanya masyarakat datang mendatangi masjid ini saat ramadan pada sore hari sekitar pukul 16.30 WIB.
Sebetulnya saat memasuki bulan Ramadan masjid nan elok ini tidak hanya menyajikan menu takjil yang lain dari pada masjid-masjid lainnya, ada banyak kegiatan yang diadakan takmir masjid untuk mengisi kegiatan Ramadan. "Ada pengajian jelang berbuka puasa, tadarus Al Qur'an, empat atau tiga hari sekali ada ceramah dari imam masjid," pungkas Ngatiman.
0 komentar:
Posting Komentar