Wacana dihapuskannya bahan bakar minyak (BBM) jenis premium akan menimbulkan polemik baru. Penghapusan ini sama saja dengan menaikkan harga BBM.
"Wacana menghilangkan premium sama dengan menaikkan harga BBM. Tindakan menkeu yang ceroboh ini secara tidak langsung akan menyebabkan keresahan sosial di masyarakat yang mendelegitimasi kepemimpinan presiden," kata Anggota Komisi XI Arif Budimanta dalam keterangannya, di Jakarta, Jumat (29/4).
Menurutnya, ada tiga hal yang perlu dikerjakan pemerintah saat ini yakni memastikan target pembangunan, penciptaan lapangan kerja, dan penurunan kemiskinan tercapai sesuai dengan amanat UU nomor 10/2010 APBN 2011.
Selain itu, fokus dalam melakukan audit dan penghematan cost recovery yang direncanakan mencapai Rp140 triliun, serta biaya cost operation dan pengadaan juga penyaluran BBM."Wacana menghilangkan premium sama dengan menaikkan harga BBM. Tindakan menkeu yang ceroboh ini secara tidak langsung akan menyebabkan keresahan sosial di masyarakat yang mendelegitimasi kepemimpinan presiden," kata Anggota Komisi XI Arif Budimanta dalam keterangannya, di Jakarta, Jumat (29/4).
Menurutnya, ada tiga hal yang perlu dikerjakan pemerintah saat ini yakni memastikan target pembangunan, penciptaan lapangan kerja, dan penurunan kemiskinan tercapai sesuai dengan amanat UU nomor 10/2010 APBN 2011.
Di sisi lain pemerintah juga harus konsisten dalam menjalankan kebijakan pengembangan energi, serta melaksanakan pengembangan energi terbarukan seperti biofuel. Mengingat Indonesia adalah negara agraris ataupun energi yang bebrbasis panas bumi. Karena wilayah Indonesia adalah negara Vulkanik.
Cadangan devisa Indonesia yang hampir USD120 miliar dan terbesar dalam sejarah moneter saat ini harusnya bisa di kanalisasi untuk meningkatkan kemampuan dan kedaulatan ekonomi, khususnya di bidang energi.
"Energi alternatif di Jakarta saja, Bajaj yang agak besar yang seharusnya menggunakan BBG banyak memodifikasinya berganti premium. Sebab menurut pengakuan supir Bajaj, untuk mengisi BBG lama. Sehingga untuk isi saja terlalu buang waktu sedangkan mereka umumnya bersifat shift-shift-an sehingga pengisian bahan bakarnya sedikit-sedikit," tutupnya.
Wacana penghapusan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis premium yang dilontarkan oleh Menteri Keuangan bukanlah kebijakan yang akan dilakukan pemerintah dalam waktu dekat.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengungkapkan jika wacana yang dilontarkan oleh Agus Martowardojo tersebut bukanlah wacana yang harus ditanggapi dalam waktu dekat ini.
"Jangan melihat itu omongannya Pak Menteri Keuangan, jangan diartikan bahwa akan segera itu," ungkap Hatta kala di temui di Hotel Shangri-La, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Jumat (29/4).
Dia melanjutkan, saat ini yang terpenting bagi pemerintah adalah mengarahkan subsidi BBM bagi mereka yang memerlukan. "Dalam konteks yang saya sampaikan tadi itu ya, bahwa kita mencari suatu subsidi yang tepat sasaran itu ya kan," tambahnya.
Dengan demikian, maka ada tiga hal penting yang harus diperhatikan jika membicarakan masalah harga minyak, utamanya premium. "Ada tiga hal yang harus diperhatikan kalau bicara soal harga minyak kita, utamanya Premium," jelas Hatta.
Ketiga hal tersebut pertama adalah daya menjaga kemampuan daya beli masyarakat Indonesia. "Sehingga jangan menimbulkan distorsi pada ekonomi kita secara keseluruhan," ungkapnya.
Kedua, subsidi itu harus diberikan kepada sasaran yang tepat. "Sehingga sistem harus diperbaiki," imbuhnya.
Terakhir, kemampuan fiskal dari APBN. "Jangan justru fiskal kita menjadi, space-nya yang terbatas itu habis untuk subsidi, tidak ada lagi ruang untuk membangun infrastruktur kita yang notabene penting juga untuk masyarakat miskin kita," kata dia.
Maka dari itu, pemerintah tidak bisa begitu saja menaikkan harga minyak ketika harga minyak dunia naik. "Kita menjaga inflasi kita, daya beli masyarakat kita, kita manage fiskal kita, jadi semua itu yang kita jaga. Jadi kita bicara tidak dalam konteks reaktif terhadap sesuatu, tapi sistemnya yang betul-betul harus diperbaiki," tuturnya.
Hatta mengungkapkan tidak akan mudah mengganti kendaraan berbahan dasar BBM. Dia menjelaskan dibutuhkan insentif khusus agar masyarakat bersedia beralih.
Hatta menjelaskan, dalam mendukung program pemerintah yang dicanangkan Presiden, yakni pengurangan karbondioksida mencapai 26 persen pada 2020 maka salah satunya adalah membangun mobil ramah lingkungan atau yang disebut green car.
Namun demikian dia menjelaskan, masyarakat tidak akan tertarik menggunakan jika memang tidak ada insentif yang diberikan.
"Mobil yang kita bangun untuk green car, maka di situ harus ada insentif agar masyarakat menggunakan kendaraan-kendaraan itu," jelas Hatta.
Namun demikian dia mengungkapkan belum merecanakan insentif seperti apa yang nantinya akan diberikan. "Itu yang harus kita pikirkan bagaimana insentif, karena bagaimana pun juga nanti kehadiran teknologi di dalam ini penting sekali," kata Hatta.
Untuk mendukung hal tersebut, jelas Hatta, pemerintah kini memiliki rencana aksi dan sudah mempunyai policy. "Kebijakan nasional kita punya, siapa mengerjakan apa, nanti dunia usaha juga di dalam kapasitasnya di dalam lingkupnya juga mengerjakan hal yang sama," paparnya.
Dengan demikian, lanjut Hatta seluruh stakeholder bersama-sama akan digerakan dalam sebuah tema besar. "Yaitu green economy yang sustainable menuju kepada sustainable economy," jelasnya.
Hatta menambahkan, saat ini Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indoensia juga sudah dilibatkan untuk menjalankan koorporasi tersebut. "Nanti di-follow up Kadin di dalam rencana aksi masing-masing," tukasnya.
0 komentar:
Posting Komentar