Pada hari Rabu (20/01), Mesir secara resmi mengeluarkan pengumuman bahwa pemerintahan negeri piramid tersebut telah memutuskan hubungan kerjasama dengan museum tersohor Perancis, Louvre, hingga Mesir mendapatkan kembali benda purbakala yang dicuri dalam perseteruan yang melibatkan pameran dari sebuah institusi besar Eropa.
Penolakan museum Paris tersebut untuk mengembalikan bagian dari dinding sebuah makam berusia 3.200 tahun yang berada di dekat kota kuil Luxor tersebut dapat mengancam proyek penggalian museum tersebut di Mesir pada masa mendatang.
Beberapa jam setelah pengumuman tersebut, Louvre mengatakan bahwa pihaknya terbuka atas gagasan pengembalian barang antik jaman Firaun tersebut. Menurut tudingan Mesir, museum Perancis tersebut membeli barang antik yang bersangkutan meski mengetahui bahwa barang tersebut adalah barang curian.
"Kami membuat keputusan untuk sepenuhnya mengakhiri kerjasama dengan Louvre hingga mereka mengembalikan benda antik tersebut," kata kepala urusan benda antik, Zahi Hawass kepada Kantor Berita AFP.
"Museum Louvre menolak untuk mengembalikan empat relief bersejarah yang telah dicuri dari makam bangsawan Tetaki pada tahun 1980," bunyi kutipan pernyataan Hawass.
Dia menuding museum Perancis tersebut membeli benda-benda antik pada tahun 1980, meski para kurator museum tersebut tahu bahwa benda-benda antik tersebut ilegal.
"Pembelian barang-barang curian adalah sebuah pertanda bahwa sejumlah museum tengah bersiap untuk menggalakkan penghancuran dan penjarahan benda-benda antik milik Mesir," kata Hawass.
Keputusan untuk menghentikan kerjasama akan mempengaruhi berbagai konferensi yang sedianya digelar dengan museum tersebut, sebagaimana halnya dengan penggalian makam Firaun di Saqqara, sebelah utara ibukota Kairo, yang dilakukan oleh Louvre.
Menteri Kebudayaan Perancis, Frederic Mitterand, mengatakan bahwa benda antik yang dituntut oleh Mesir adalah pecahan-pecahan dekorasi dari sebuah makam di Lembah Raja-raja yang berada di dekat Luxor, yang didapatkan dengan cara "baik-baik" oleh pihak Louvre pada tahun 2000 dan 2003. Ia menambahkan bahwa artefak-artefak tersebut memang harus dikembalikan.
"Semua orang berusaha keras dan mengupayakan kemungkinan pengembalian pecahan benda antik tersebut ke Kairo jika kerangka hukum yang jelas telah ditemukan," kata seorang sumber Perancis.
Hawass mengatakan bahwa keputusan pemutusan hubungan tersebut telah diambil sejak dua bulan yang lalu, dia mengimplikasikan bahwa hal tersebut tidak ada hubungannya dengan perasaaan tidak senang Mesir atas kekalahan yang diderita oleh Menteri Kebudayaan Faruq Hosni dalam persaingan untuk memperebutkan jabatan pemimpin UNESCO bulan lalu.
Hawass juga pernah memutuskan hubungan dengan museum lain. Langkah serupa diambil terhadap museum seni Saint Louis yang menolak untuk mengembalikan topeng emas dari mumi seorang wanita bangsawan. Namun, memutuskan hubungan dengan museum sekaliber Louvre adalah sesuatu yang tidak pernah diperkirakan sebelumnya.
Hawass dikenal karena sering tampil di televisi dalam acara penemuan benda-benda antik baru. Sesaat setelah menjadi kepala arkeolog Mesir, dia menyatakan bahwa dirinya tidak setuju dengan pembelian atau pameran artefak curian dari Mesir yang dilakukan oleh museum manapun di dunia.
Hawass juga menginginkan pengembalian batu Rosetta, sebuah lempengan batu yang bertuliskan petunjuk untuk menguraikan tulisan hieroglyph Mesir. Batu Rosetta tersebut kini berada di Museum London.
Sejumlah museum paling terkenal di dunia memiliki koleksi benda antik dari Mesir, kebanyakan diantaranya didapatkan dalam masa penjajahan Inggris.
Namun dalam beberapa tahun terakhir, otoritas Mesir semakin lantang dalam menyuarakan desakan pengembalian benda-benda antik tersebut.
Pada tahun 2007, otoritas Perancis mengembalikan benda kuno kepada Mesir, yakni rambut Firaun. Benda antik tersebut nyaris dijual di internet oleh seorang pekerja pos yang mendapatkan benda antik tersebut dari ayahnya, sang ayah mendapatkannya dalam sebuah pemeriksaan ilmiah terhadap mumi kerajaan 30 tahun sebelumnya.
Kasus tersebut membuat pihak berwenang Mesir melarang para ilmuwan asing untuk menyentuh mumi kerajaan.
Mesir juga menuntut Berlin untuk mengembalikan patung sedada dari Ratu Nefertiti yang legendaris. Arkeolog Jerman, Ludwig Borchardt, menemukan benda antik tersebut di tepian sungai Nil pada bulan Desember 1912.
Ribuan benda antik diambil dari Mesir dalam masa penjajahan dan sesudah penjajahan. Yang berperan dalam pengambilan benda-benda antik tersebut adalah para arkeolog, petualang dan pencuri.
Untuk menentukan apakah sebuah artefak merupakan benda curian memerlukan kerjasama antara pemerintah, penegak hukum, museum, dan para pedagang barang antik. Seringkali ditemukan lompatan-lompatan dalam catatan sejarah sehingga menjadi tidak runtut.
0 komentar:
Posting Komentar