Lazimnya seorang intelejen, sosok Michael G Vickers, sangat berbeda jauh dari gambaran agen-agen rahasia di film Hollywood.
Vickers malah lebih mirip dengan seorang pengacara yang rapi, dengan jas hitam, kemeja putih, dan kacamata. Bukan seseorang yang mengerti tentang rudal Stinger atau senjata AK-47.
Adik Vickers, Richard, yang bekerja sebagai pegawai rumah sakit, mengatakan, "Tiap kali saya mengenalkan kakak saya ke teman-teman, mereka selalu mengatakan dia sangat sopan. Mereka kira dia kerja di perpustakaan."
Dalam buku Charlie Wilson's War, yang diangkat menjadi film oleh Hollywood, Vickers digambarkan sebagai sosok agen intelejen yang romatis dan doyan film-film James Bond.
Vickers bersekolah di Hollywood High School. Dia tadinya bermimpi jadi atlet. Namun gagal dan banting setir jadi anggota pasukan khusus Baret Hijau pada 1973 di usia 19 tahun. "Saat itu jadi Baret Hijau kedengerannya sangat keren," kata dia.
Selama 10 tahun berikutnya, Vickers belajar menjadi agen intelejen yang mumpuni. Ia bisa terjun payung dengan membawa senjata nuklir. Belajar mengenai persenjataan Uni Sovyet, dan ikut serta dalam pembebasan sandera di Honduras.
Pada 1983, Vickers bergabung dengan CIA unit paramiliter. Dia dikirim ke Lebanon untuk mengumpulkan data intelejen terkait pemboman barak militer marinir AS di Beirut pada 1983. Tak lama kemudian, Vickers mulai berurusan dengan hal ihwal Mujahidin di Afghanistan.
Vickers hengkang dari CIA pada 1986. Selama 20 tahun setelah itu ia sibuk dalam sejumlah lembaga penelitian dan universitas (Vickers lulus master dari Wharton School dan doktoral dari John Hopkins School of Advanced International Studies).
Presiden George W Bush terkesan dengan keahlian Vickers saat ia diundang untuk rapat terkait situasi terkini di Irak. Vickers kemudian masuk ke dalam tim Menhan Robert Gates dan berlanjut ke pemerintahan Presiden Obama.
"Vickers adalah satu satunya orang yang mengerti soal bisnis (Alqaidah) ini," kata Wakil Direktur CIA Michael J Morell saat penyerbuan ke rumah Usamah, Mei lalu.
Jauh hari sebelum penyerbuan ke markas Usamah di Abbottabad, Vickers sudah mengurusi tetek bengek laporan intelejen dari Pakistan. Vickers yang mengusulkan agar AS mengirimkan tim Navy Seal ke rumah Usamah. Sementara banyak petinggi Departemen Pertahanan dan Pentagon AS keberatan dengan rencananya itu karena terlalu berisiko.
Kini, 10 tahun setelah peristiwa 9/11 yang menghancurkan menara kembar World Trade Center, Vickers masih terus berjibaku dengan Alqaidah. Ia disebut-sebut bakal jadi direktur CIA di masa depan. Namun ia tak mengendorkan pengintaiannya atas Alqaidah, "Mereka masih sangat berbahaya," kata dia.
0 komentar:
Posting Komentar